Tuesday, May 1, 2012

POTENSI KERAJINAN KAIN SUTERA KABUPATEN WAJO,PROVINSI SULAWESI SELATAN,INDONESIA

Drs.H.A.AMPA PASSAMULA,MH
 KEPALA DINAS KOPERASI,UMKM DAN PERINDUSTRIAN KABUPATEN WAJO

  SUTERA WAJO MAKIN BERKUALITAS
WAJO -- Industri pertenunan sutera merupakan kegiatan yg paling banyak di geluti oleh pelaku persuteraan di Kabupaten Wajo, Hal ini di latar belakangi oleh produk kain sutera yang di hasilkan mempunyai nilai kegunaan yang di padukan dengan nilai estetika budaya setempat. Perpaduan nilai tersebut menghasilkan karakteristik yang tersendiri yang mencirikan produk kain sutera khususnya sarung khas Sengkang ( lipa “ sabbe to sengkang = sarung sutera Sengkang). Dalam perkembangannya pengrajin pertenunan Sutera bukan saja menghasilkan kain sarung tetapi sudah mampu memproduksi produk kain lain seperti kain motif teksture dalam bentuk kain putih dan warna, maupun kain yang di tenun dengan memadukan benang Sutera dengan bahan serat lainnya sehingga memberikan banyak pilihan bagi para peminat produk sutera. Dalam proses produksinya pengrajin lebih banyak menggunakan alat pertenunan tradisional yaitu Alat Tenun Gedogan dan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) dan pengembangannya, Namun melalui teknik inovasi dan kerja keras yang di miliki pengrajin mampu menghasilkan Produk yang berkualitas tinggi bahkan memiliki nilai di bandingkan dengan produk mesin dan alat pertenunan moderen.
Alat tenun gedogan adalah alat tenun tradisional sederhana yang di gerakkan oleh tangan. Alat ini tersebar di pelosok pedesaan di Kabupaten Wajo dan biasanya di gunakan secara turun temurun oleh para ibu-ibu rumah tangga dan para gadis desa. Hasil dari alat tenun gedogan lebih banyak dalam bentuk kerajinan tenun sutera (lipa' sabbe) yang di kenal dengan kerajinan tenun Sutera rumah tangga. Bertahannya alat ini hingga sekarang di Bumi Lamakdukelleng Kabupaten Wajo, karena orang Wajo meneladani kepiawaian mereka mempertahankan tradisi secara dinamis yakni membuka diri ke arah perubahan tetap menjaga ciri khas Bugis Wajo, mereka bersedia mengadopsi inovasi teknis yang di anggap berguna, dengan di landasi ketekunan dan pantang menyerah dengan perhatikan perkembangan pasar dan permintaan konsumen . Beberapa corak motif dan khas Wajo dan sarung sutera yang di hasilkan seperti : Bali Are, Balo Renni , Balo Lobang, Cora Subbi Lobang, pucuk si kadang, dan Balo Tettong.


Contoh  corak motif dan khas Wajo dan sarung sutera yang di hasilkan :
BALO ARE

BALO RENNI

BALO LOBANG

BALO TETTONG

SOBBI LOBANG

PUCUK SIKADANG
 
BALO PUCUK

CORA SOBBI LOBANG

CORA SOBBI LOBANG

BALO RENNI

Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) adalah semua bentuk perlatan yang dapat membuat kain tenun di gerakkan oleh tenaga mesin melainkan di gerakkan secara manual dengan tenaga manusia. ATBM di sebut juga alat tenun model TIB berasal dari kata “ testile inrichting Bandung “, karena lembaga inilah yang mula-mula menciptakan alat tenun ini di Indonesia sejak tahun 1912 . ATBM pertama kali masuk dan di pergunakan di Kabupaten Wajo pada tahun 1950an dimana pada awalnya hanya memproduksi kain sarung samarinda. Sejak tahun 1980an mulai memproduksi sarung sutera dengan motif balo tettong hingga dalam perkembangan selanjutnya ATBM bukan saja memproduksi kain sutera tetapi lebih di kembangkan dengan memproduksi kain motif testure polos, selendang, perlengkapan bahan pakaian, asesoris rumah tangga,hotel,kantor dan sebagainya berdasarkan permintaan pasar dan konsumen “

Hasil sutera kerajinan dari Kabupaten Wajo sangat indah bila dijadikan sebagai baju adat ataupun sebagai baju adat Sulawesi seperti baju bodo dan kerajinan sutera lainnya. Sutera dari Kabupaten Wajo ini sangat terkenal hingga ke luar negeri karena kualitas dan model yang bagus. Saat ini sutera Wajo disebutkan makin berkualitas. Sekitar 5.000 perajin di daerah itu terus mengembangkan usaha kain sutera berkualitas tinggi.Tidak hanya menjadi incaran pencinta kain sutera di Indonesia, bahkan di dunia. "Hingga saat ini, sutera menjadi kain unggulan Kabupaten Wajo, dengan kombinasi kehalusan, kelembutan, dan kecemerlangan warnanya yang memukau," kata Andi Ampa Passamula, Kepala Dinas Koperasi Perindustrian Kabupaten Wajo, Belum lama ini. Bupati Wajo Drs.H Andi Burhanuddin Unru,MM mengatakan, tercatat 48 persen dari jumlah penduduk Wajo yang bekerja sebagai perajin kain, yang harganya bisa mencapai Rp 600 ribu per lembar. Pemerintah pun terus menggenjot program pengembangan budidaya sutera. Hasil sutera Wajo yang namanya semakin tersohor hingga menembus mancanegara, tidak hanya indah untuk dijadikan baju adat adat Sulawesi seperti baju bodo, tapi juga memukau untuk fashion karena kualitas serta motifnya yang menarik dan artistik. Selain diminati di daratan China dan Eropa, kilau sutera Wajo juga menembus Thailand, India, Singapura, dan Malaysia. Melalui perwakilan Kerajaan Negeri Treanggano, Malaysia, menyampaikan minatnya pada persuteraan Wajo. "Semakin banyaknya perwakilan negara-negara yang menyatakan minatnya terhadap sutera Wajo, kami jadikan salah satu strategi mempopulerkan potensi persuteraan di Wajo ke mancanegara," katanya. Andi Besse, salah seorang perajin kain sutera di Kecamatan Sabbangparu mengemukakan, hingga kini pembuatan kain sutera hasil tangan perajin di Wajo masih mengandalkan alat-alat tradisional, termasuk alat tenun yang seluruhnya menggunakan tenaga manusia. Meski membutuhkan waktu lebih lama untuk membuat satu lembar kain dari sutera --sekitar satu hingga dua bulan untuk satu lembar kain-- namun kain yang dihasilkan pun jauh lebih berkualitas. (**/kc)

No comments:

Post a Comment